
Aksi mahasiswa menentang Revisi UU TNI berlangsung maraton dan menyebar ke berbagai kota. Apa yang membedakan demonstrasi ini dengan yang sebelumnya?
Demonstrasi Mahasiswa Menentang Revisi UU TNI, Apa Maknanya?
Sepekan terakhir, demonstrasi mahasiswa menentang Revisi UU TNI berlangsung maraton dan menyebar ke berbagai kota. Aksi ini berbeda dengan demonstrasi sebelumnya. Mahasiswa di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, Bandung, dan Surabaya, hingga Jayapura, Tasikmalaya, dan Sukabumi turun ke jalan menyuarakan penolakan atas revisi yang disahkan DPR pada 20 Maret 2025.
Aksi yang Berbeda dari Sebelumnya
Demonstrasi ini ditandai dengan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan, yang melibatkan tentara. Beberapa mahasiswa terluka dalam aksi ini, yang menjadi simbol perlawanan terhadap kembalinya dwifungsi ABRI. Meski demikian, pejabat pemerintah dan TNI membantah bahwa revisi ini akan membawa tentara ke kehidupan sipil.
Sejarah Perjuangan Mahasiswa
Aksi ini mengingatkan kita akan peran mahasiswa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, seperti saat Sumpah Pemuda 1928, kemerdekaan 1945, dan perjuangan melawan rezim Orde Lama dan Orde Baru. Demonstrasi ini mengingatkan pada gerakan mahasiswa yang berperan penting dalam membela demokrasi.
Suara Mahasiswa: Kekhawatiran Terhadap Militerisme
Ainul Mardhyah, seorang mahasiswi di Bandung, khawatir bahwa Revisi UU TNI akan menghidupkan kembali militerisme di berbagai sektor, terutama pendidikan. Meskipun ia tidak merasakan langsung era dwifungsi ABRI, dari sejarah yang dipelajari, ia merasa khawatir dengan kemungkinan ancaman terhadap kebebasan berbicara dan berorganisasi.
“Lebih baik mencegah daripada mengatasi. Sebelum sejarah ini terulang, lebih baik kita bertindak sekarang,” kata Ainul.
Gerakan Mahasiswa di Semarang
Demonstrasi di Semarang juga menunjukkan semangat perjuangan mahasiswa. Mereka menggelar aksi bertahan di depan Kantor DPRD Jawa Tengah selama lima hari. Aksi ini mengingatkan pada “Pertempuran Lima Hari di Semarang” pada 1945, saat rakyat Indonesia melawan tentara Jepang. Tujuan mereka adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mengkritik Revisi UU TNI.
Aksi Berlanjut di Lumajang
Di Lumajang, Jawa Timur, mahasiswa juga melakukan aksi menentang UU TNI. Mereka mengkhawatirkan potensi kembalinya dwifungsi ABRI yang menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia, seperti yang terjadi pada era Orde Baru. Muhammad Maskur, salah satu mahasiswa yang terlibat, menyebutkan bahwa mereka berjuang untuk menghindari lahirnya era “New Orde Baru.”
“Rasa takut sudah terhempas. Kami berjuang untuk rakyat yang terancam oleh UU ini,” ujar Maskur.
Kesimpulan
Demonstrasi mahasiswa kali ini mengungkapkan kekhawatiran besar terhadap pengaruh militer di ranah sipil dan potensi hilangnya kebebasan demokratis. Mahasiswa di berbagai kota terus memperjuangkan pembatalan Revisi UU TNI dan mengingatkan akan peran penting mereka dalam menjaga demokrasi Indonesia.