
DPR berpeluang mengesahkan RUU TNI dalam rapat paripurna pekan ini, meski mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat sipil.
DPR Berpotensi Sahkan RUU TNI Pekan Ini di Tengah Penolakan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah sedang mempercepat pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyebut ada peluang RUU ini dibawa ke rapat paripurna pada Kamis, 20 Maret 2025. Namun, banyak pihak menolak revisi ini.
Proses Pembahasan RUU TNI
Panja Komisi I DPR dan pemerintah mengadakan rapat tertutup pada 17 Maret 2025. Rapat ini melibatkan tim perumus dan tim sinkronisasi. Salah satu hasilnya adalah penghapusan ketentuan yang mengizinkan prajurit aktif menjabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, menilai hal ini mencegah tumpang tindih kewenangan. Jika ada Peraturan Presiden (Perpres) yang bertentangan, aturan tersebut akan gugur mengikuti undang-undang.
Pembahasan berlanjut pada Selasa, 18 Maret 2025 dalam rapat kerja DPR dan pemerintah. Jika semua proses selesai, RUU TNI bisa disahkan pekan ini.
Gelombang Penolakan dari Masyarakat
Revisi UU TNI mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai aturan ini bisa melemahkan profesionalisme militer. Mereka juga khawatir dwifungsi ABRI kembali diterapkan.
Beberapa isu yang dipermasalahkan:
- Perluasan peran TNI dalam urusan domestik, seperti ketahanan pangan, penjagaan kebun sawit, dan distribusi gas elpiji.
- Ancaman terhadap kebebasan akademik, seperti sweeping buku atau pembubaran diskusi di kampus atas nama keamanan nasional.
Sebuah petisi di Change.org, dibuat pada 16 Maret 2025, telah mengumpulkan lebih dari 11.700 tanda tangan hingga 18 Maret 2025.
Penolakan dari Akademisi dan Dosen
Kelompok akademisi juga menolak RUU ini. Organisasi seperti CALS, KIKA, PSHK, dan SPK menyebut revisi ini melanggar konstitusi dan hak asasi manusia.
Menurut Satria Unggul Wicaksana Prakasa, dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya, aturan ini memperkuat impunitas TNI.
“Jika impunitas TNI semakin kuat, dampaknya besar bagi kampus. Bisa terjadi sweeping buku dan pembubaran diskusi akademik,” ujarnya dalam pernyataan di kanal YouTube KIKA pada 16 Maret 2025.
DPR Bantah Pembahasan RUU TNI Dikebut
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, membantah tuduhan bahwa pembahasan RUU ini tergesa-gesa.
“RUU ini sudah dibahas selama beberapa bulan. Tidak ada kebut-kebutan,” katanya.
Namun, masyarakat sipil menilai banyak keputusan dibuat dalam rapat tertutup, yang mengurangi transparansi.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Jika pembahasan selesai, DPR bisa mengesahkan RUU TNI dalam rapat paripurna pekan ini. Namun, jika masih ada kendala, pengesahan bisa ditunda ke masa sidang berikutnya.
Di sisi lain, masyarakat sipil terus mengawal proses ini. Mereka mendesak DPR menghentikan pembahasan yang dianggap berisiko mengembalikan peran militer di ranah sipil.